Pedidikan Karekter Tauhid Sebagai Solusi Problematika Bangsa
Oleh : Aufa Arham Khaeruddin

Seakan dibuat tuli telinga anak bangsa, diakibatkan kasus kejahatan korupsi yang tiada henti-hentinya diberitakan. Kasus tindak kejahatan korupsi yang terjai di setiap elemen bangsa, ibarat rintik hujan yang terus menghujam tiada henti. Mulai dari kasus korupsi yang terjadi disekitar rumah kita, seperti seorang anak yang menipu orang tuanya agar dia mendapatkan uang jajan lebih, sampai kasus kejahatan yang membelit bangsa secara nasional. Mulai dari tingkat alit sampai tingkat elit, mulai dari akar sampai pucuk. Memang pantas ketika tahun 2010 kemarin dari 16 Negara Terkorup di Asia Pasifik, Indonesia dinobatkan menjadi Negara terkorup. Data ini dihimpun oleh PERC (Political & Economic Risk Consultancy) pada tahun 2010.

Korupsi tidak hanya terjadi di kalangan elit-elit politik yang merongrong kekuasaan di negri yang kita cintai ini. Tetapi korupsi sudah jauh merebak kesetiap aktivitas anak bangsa, seakan telah menjadi budaya baru dan menggeser budaya luhur khas indonesia. Terlebih yang paling menkhawatirkan, budaya korupsi ini sudah masuk ke instansi-instansi pendidikan. Instansi pendidikan yang mendidik para generasi penerus bangsa. Hal sang sangat berbahaya ketika kelak generasi bangsa kita yang menjadi penggerak bangsa ini, meniru kesalah-kesalan para pendidik yang didapatkanya semasa sekolah. Apa jadinya masa depan bangsa kalau itu benar-nenar terjadi. 

Informasi terakhir yang tidak kalah menyedihkan, ternyata dari para pelaku korupsi yang diproses aparat hukum, sembilan persen di antaranya ternyata memiliki gelar akademik strata atau S-1 dan S-2. "Fakta ini saya ketahui dari beberapa survei yang dilakukan organisasi-organisasi antikorupsi di Jakarta. Fakta ini tentu mengejutkan kita semua. Ternyata sembilan persen dari para koruptor itu memiliki gelar akademik yang cukup baik, yakni S-1 dan S-2. Ini harus menjadi keprihatinan kita bersama. Sebab fakta ini tentu menunjukan ada sesuatu yang salah dalam dunia pendidikan dan sosial kemasyarakatan kita," kata guru besar Universitas Persada Indonesia (UPI), Prof Dr Hamdy Hady DEA.

Fakta diatas sudah menjadi bukti konkrit bahwa pendidikan kita selama ini tidak behsail mendidik peserta didiknya dengan baik. Bahkan bukan hal yang mustahil jika kasus yang telah diproses itu hanya permukaanya saja, dan dibalik itu maih banyak kasus-kasus yang tidak atau belum terungkap. Masih terngiang diakhir pernyataan yang disampaikan terdakwa kasus korupsi yang sangat menggemparkan Indonesia yaitu Gayus Halomuan Tambunan. " Jadikan saya staf ahli Kapolri, atau staf ahli Jaksa Agung, atau staf ahli Ketua KPK. Akan saya bantu Kapolri atau Jaksa Agung atau Ketua KPK untuk menangkap big fish, bukan hanya kakap, melainkan paus dan hiu di semua lini di mana korupsi tumbuh subur, Saya berjanji dalam waktu dua tahun Indonesia bersih (dari korupsi)," ujar Gayus saat membacakan duplik pribadi setebal 20 halaman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/1)

Pernyatan tersebut menguatkan opini masyarakat bahwa memang masih banyak terdapat paus-paus dan hiu-Hiu Korupsi yang belum terungkap di negri Indonesia ini. Tidak aka nada habisnya ketika kita beusaha mengungkap kasus kaus yang muncul kepermukaan. Dan ketika kita menelisik lebih jauh lagi, apa yang menyebabkan korupsi mengisi dertan kejahatan tertinggi dibanding kejahatan-kejahatan yang lain. Maka para ahli menjabarkan ada beberapa penyebab kenapa korupsi itu terjadi. Karena belum banyak penelitian tentang penyebab korupsi di Indonesia maka saya akan mengungkapkan pendapat Singh dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India. (1974) diantaranya adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : a. Peninggalan pemerintahan kolonial. b. Kemiskinan dan ketidaksamaan. c. Gaji yang rendah. d. Persepsi yang populer. e. Pengaturan yang bertele-tele. f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Dari beberapa pendapat para ahli, saya mencoba merumuskan beberapa upaya penanggulangan korupsi. Upaya pertama yang dapat dilakukan ialah upaya preventif atau upaya pencegahan. Dimulai dengan membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. Selain itu dengan mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. 

Upaya tesebbut tidak berhanti samapai disitu upaya selanjutnya ialah dangan menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. Yang perlu kita perhatikan juga, bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. 

Hal yang sering terlupakan oleh para elit politik, dan hal ini perlu ditumbuhkan kembali ialah menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. Dan juga hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. 

Upaya pencegahanpun belum sempurna, dan perlu dilakukan upaya represif atau upaya tindakan untuk menekan. Selain aturan UU yang mengatur hal ini kemudian peran KPK dan juga aparatur pemerindah yang berwenag menagani masalah ini. Ada juga upaya lain yang dapat berdampak menekan separti penayangan wajah koruptor di televisi dan juga perlu dilakukan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

Dan upaya tersebut bukan hanya berada dalam tataran konsep atau teori, tanpa ada implementasi dalam bentuk aksi. Lebih jauh dari itu, kita semua harus berusaha merfleksikan kembali nilai-nilai spritulalitas kita. Karena nilai-nilai spirituaitas itulah benteng yang paling kokoh uang dapat menjadi solusi bagi setiap perosalan kehidupan.

Dan ketika kita cermati bersama, nilai-nilai ke-Tauhidan intu telah luntur pada diri anak bangsa saat ini. Hal itu pula yang menjadi penyebab utama terjadinya persoalan yang membalit bangsa indonesia ini. Oleh karena itu perlu adanya “Pendiidikan Berkarakter Tauhid” dan pendidikan karate itu tidak bias hanya di lakukan dalam bentuk formal saja. Pendidikan karate tauhid tersebut harus berkesinambungan dan berjenjang. Dan harus sesuai denag pase perkembangan manisia secara utuh. Sebagaimana saya mengutip pendapat seorang ulama yaitu Nashih Ulwan (II: 499) membagi pase perkembangan anak setelah lahir kepada usia 0 - 7 tahun, disebut masa طفولة . Masa ini yang dominan Nalurinya. Usia 7 - 10 tahun, disebut masa تمييز , saat anak bisa membedakan sikap baik dan buruk, tercela dan terpuji. Usia 10 - 14 tahun, disebut masa مراهقة , saat anak telah mempunyai kesadara perbedaan jenis seksual. Usia 14 - 16 tahun, disebut masa بلوغ , saat anak merasakan tuntutan tertarik kepada lawan jenis. Usia 16 - 40 tahun, disebut masa شباب , saat tuntutan menikah sangat besar. Dan usia 40 tahun ke atas disebut masa شيخ , saat masa tua dan menurunnya kemampuan fisik.

Pase perkembangan manusia ini perlu dipahami sebagai modal yang sangat berharga untuk proses pendidikan karakter. Dan hal itu menjadi tawaran solusi bagi pendidikan di Indonesia, yang mayoritas beragama muslim. Tetapi bukan berate pendidikan karakter tauhid ini tidak cocok bagi non muslim. Justru pendidikann karakter tauhid ini cocok bagi siapapun dan akan cocok disetiap zaman yang dilalui umat manusia. Karena itulah software asli buatan Tuhan yang diperuntukan bagi umat manusia sebagai makhluknya.




Refferensi :
  • An Nahlawi, Abdurrahman (1996) “Pendidikan Islam Di Rumah Sekolah Dan Masyarakat”. Jakarta. Gema Insani Perss.
  • Dedeng, Rosyidin. (2009) “KONSEP PENDIDIKAN FORMAL ISLAM”. Bandung. Pustaka Nadwah.
  • Lubis, Mochtar. 1977. “Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri”. Jakarta. Bhratara. Karya Aksara.
  • http://infokorupsi.com/id/opinion.php
  • http://www.antaranews.com/news/242626/pernyataan-gayus-usai-sidang
  • http://www.detiknews.com/read/2011/01/22/100344/1552135/10/pernyataan-gayus-soal-antasari-dinilai-tak-sepenuhnya-bohong

Categories

Google Translate
Arabic Korean Japanese
Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German
Spain Italian Dutch
Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger Tricks

Blogger Themes

Aufa Fotho's Slideshow: Aufa’s trip from Bandung, Java, Indonesia to 5 cities Kabupaten Kuningan (near Cirebon), Puncak, Garut, Earth (near Koumariá, Macedonia Region, Greece) and Mt. Tangkuban Perahu (near Tasikmalaya) was created by TripAdvisor. See another Greece slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.

Lencana Facebook